Forum Masyarakat Tempat Pembelajaran Sosial Dalam Perencanaan Publik

Bookmark and Share


Isu utama dalam kebijakan publik di Indonesia adalah peningkatan kualitas perencanaan publik. Perencanaan publik yang selama ini bertumpu pada kepakaran dan lebih mengutamakan produk rencana (blue print) ternyata tidak lagi relevan ketika perubahan dan dinamika masyarakat semakin kompleks. Namun demikian kompleksitas ini senantiasa disertai dengan perkembangan teori dan konsep dalam ilmu kebijakan publik itu sendiri.

Beberapa tahun terakhir ini telah berkembang konsep baru dalam ilmu perencanaan publik yang dikenal sebagai konsep pembelajaran dan transaksi sosial dalam perencanaan publik atau Forum Masyarakat. Konsep ini memposisikan perencanaan tidak hanya sebagai upaya menyusun dokumen rencana tetapi lebih menekankan pada proses saling bertukar pengetahuan, pemahaman, argumen, dan ide menuju terbangunnya konsensus sebagai awal tindak kolektif penyelesaian masalah publik.

Dalam konteks transisi menuju demokrasi yang terjadi di Indonesia kini, asumsi teoretis dari konsep ini cukup relevan untuk diterapkan di Indonesia. Namun demikian pertanyaannya sekarang adalah: “Apa dan bagaimana model praktis dari konsep transaksi dan pembelajaran sosial dalam foru masyarakat tersebut, yang bersesuaian dengan kondisi komunitas atau masyarakat setempat di Indonesia?”

Tulisan ini merupakan ringkasan hasil pengalaman dan pengamatan lapangan penulis, selama dua tahun terakhir melakukan dan mengamati upaya pengembangan ruang transaksi dan pembelajaran sosial di Kota Majalaya Kabupaten Bandung. Melalui pengalaman dan pengamatan tersebut, disimpulkan bahwa model praktis yang cocok sebagai ruang transaksi dan pembelajaran sosial adalah Forum Masyarakat.

Teridentifikasi bahwa suatu ruang transaksi dan pembelajaran sosial akan efektif jika memenuhi tiga prasyarat kemampuan dasar dalam Forum Masyarakat. Pertama adalah kemampuan untuk membangun identitas dan karakter baru dan berbeda dengan institusi publik yang dicitrakan negatif oleh masyarakat setempat. Kemampuan dasar kedua adalah kemampuan untuk membangun modal sosial dalam dimensi relasi dan jejaring sosial sehingga persoalan representasi dalam kebijakan publik dapat diatasi. Kemampuan dasar yang ketiga adalah kemampuan untuk meraih capaian dan bukti konkrit dalam bentuk tindak lanjut komitmen-komitmen antar pelaku pembangunan setempat atau lebih tepatnya menggalakkan kebersamaan dalam forum masyarakat.

digilib.itb.ac.id

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar

Powered By Blogger